« - »

Puasa dan Pengelolaan Keuangan

Posted on 25 September 2006

Tidak seperti biasanya, saat saya berjalan pagi keliling perumahan pada hari Minggu kemarin, suasana terlihat begitu ramai. Begitu banyak orang, tua dan muda, berjalan kaki santai ataupun naik sepeda motor. Sempat bingung sesaat, namun saya teringat sesuatu. Ya, kemarin adalah hari pertama menunaikan ibadah puasa bagi para saudara kita. Karenanya saya tergerak untuk menulis tentang pengelolaan keuangan yang berkaitan dengan hal berpuasa.

Ada sekian banyak orang yang melewatkan waktunya dalam menunggu bedug tanda berbuka puasa dengan “nongkrong” di mal. “Adem dan menyenangkan, sehingga tidak terasa sudah waktunya berbuka”, demikian kata mereka. Betul, suasana di mal yang sejuk dengan sekian banyak toko dan outlet yang memamerkan berbagai produk yang menarik hati, khususnya pakaian dan aksesoris yang sangat pas dikenakan saat Lebaran nanti, tentunya sangatlah menyenangkan. Bagaimana tidak?? Yang ini didiskon 50%, yang itu sedang di-SALE. “Masakan kita merayakan Lebaran tanpa baju baru??”, demikian ucap hati sebagai pembenaran dan pembelaan diri. Di sini kita harus ekstra hati-hati, godaan membeli sesuatu yang sebetulnya tidak benar-benar diperlukan sangatlah tinggi. Ingatlah selalu akan prinsip “membeli karena butuh, bukan karena keinginan semata“.

Karena ingin membunuh waktu, banyak orang yang memilih nongkrong sambil bermain game yang sangat seru di pusat hiburan yang banyak kita dapati di mal. Ya, memang sangat menyenangkan. Namun hal ini juga sangat boros karena bermain game bukanlah suatu kebutuhan, bukan??

Menjelang waktu berbuka, banyak pula yang sudah bersiap sedia di Pujasera (Food Court), memesan sekian banyak menu berbuka puasa sesuai selera, disiapkan berjajar di atas meja. Seringkali yang dipesan terlalu berlebihan dari yang bisa ditampung di perut; akibatnya banyak yang tersisa. Bukankah ini suatu pemborosan yang tidak pada tempatnya??

Ibu-ibu juga jadi terdorong untuk menambah menu berbuka puasa. “Ah, khan cuman sekali dalam setahun. Lagian kasihan dong berbuka puasa hanya dengan dua-tiga macam menu, tanpa aneka kolak dan bubur lagi”, pikir mereka. Padahal, memasuki bulan puasa, harga bahan makanan secara umum meningkat, hingga mencapai puncaknya menjelang hari Lebaran. Otomatis, biaya yang harus mereka keluarkan untuk keperluan dapur bakal meningkat drastis. Mereka lupa bahwa puasa adalah sebuah ibadah, suatu media untuk mengontrol diri dan mengalahkan hawa nafsu. Padahal sebenarnya jumlah makanan yang diperlukan saat berpuasa adalah sama saja dengan hari biasa, hanya saja disantap pada waktu yang berbeda.

Marilah menunaikan ibadah puasa dengan senantiasa mengendalikan diri (dan keuangan tentunya :-)). Adalah jauh lebih penting menyisihkan uang untuk zakat dan sedekah bagi kaum dhuafa, ketimbang memesan makanan yang berlebihan dan membeli barang yang tidak benar-benar dibutuhkan. Kalahkan diri sendiri dan kontrol hawa nafsu.

Marhaban ya Ramadhan. Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1427H.

Popularity: 8% [?]

Komentar dan masukan tentang artikel ini akan sangat bermanfaat bagi semua orang. Silakan isi form komentar di bawah ini. Terimakasih sebelumnya!


4 Responses to 'Puasa dan Pengelolaan Keuangan'

Subscribe to comments with RSS or TrackBack to ' Puasa dan Pengelolaan Keuangan '.

  1. ari kristiyanto said,

    on September 26th, 2006 at 10:36 am

    Benar sekali apa yang dikatakan ko hian, saya sangat setuju.

    Pada hakekatnya berpuasa adalah bertujuan untuk melawan hawa nafsu dan memperbesar pengendalian diri.
    Tetapi mau diakui atau tidak, pada kenyataannya masih banyak orang mengimplementasikan puasa sebagai acara seremonial saja. wal hasil, bukannya mengendalikan diri yang dilakukan, tetapi mengumbar nafsu, apalagi saat buka puasa telah tiba.

    Nafsu yang sangat mencolok diumbar adalah mengkonsumsi makanan lebih dari biasanya (baik dari kuantitas maupun harga), dan nafsu untuk membeli barang-barang untuk berhari raya yang belum tentu kita sedang sangat membutuhkannya.

    Padahal untuk berhari raya kan tidak perlu pake baju baru yang banyak, mobil baru, etc.
    Bahkan tak jarang setelah hari raya stock roti masih tersisa terlalu banyak, hingga baru bisa dihabiskan beberapa minggu/bulan kedepan.

    Tengoklah saudara2 kita yang secara finansial masih kurang beruntung. Mereka tidak mampu membeli roti yang lezat (baju, etc)dikarenakan harga roti terlalu tinggi.
    Salah satu penyebab melonjaknya harga adalah besarnya demand. secara gila-gilaan kita menyetok roti terlalu banyak hingga tersisa setelah lebaran.

    perbuatan “serakah” seperti inikah yang kita lakukan dihari puasa ? sudah sesuaikah dengan hikmah berpuasa ?

    Salam nyam.. nyam.. nyamm
    (..eeh misih puasa dhing 🙂 )

  2. hian said,

    on October 4th, 2006 at 9:27 am

    #1: Bung Ari, very well said!!

    Banyak orang yang justru berlomba ‘kelihatan’ kaya di hari Lebaran, dengan perhiasan baru, mobil baru, perabot rumah baru, barang elektronik baru, dll. Padahal setelah hari Lebaran berlalu, mereka bergegas menggadaikan perhiasan, menjual kembali mobil baru, atau pusing tujuh keliling memikirkan pembayaran cicilan yang kian menumpuk.

    Lebih baik kaya beneran ketimbang ‘kelihatan’ kaya. Bagikan zakat kepada orang yang membutuhkan dan gunakan uang dengan bijak. Niscaya kita akan kaya beneran, jasmani maupun rohani.

  3. Yudhis said,

    on October 20th, 2006 at 3:29 pm

    Salam. Baru pertama kali mampir. Setuju sekali dengan tulisannya. Saatnya kembali ke makna yang sebenarnya.

  4. hian said,

    on October 21st, 2006 at 5:28 pm

    #3: Bung Yudhis, terimakasih sudah mampir ke blog saya. Iya, saya pikir sudah saatnya semua umat Islam kembali ke makna ibadah Puasa yang sebenarnya dan bisa memperingati hari raya Idul Fitri dengan bersahaja.

Leave a reply